Agama Islam dan Sekte-Sektenya

Oleh: Nofal Liata

 

Agama Islam adalah suatu agama wahyu di antara agama-agama lain (Kriten dan Yahudi), dan agama Islam ini juga adalah sebuah agama penutup setelah beberapa agama wahyu lain yang sebelum Islam sempat mengajarkan umatnya untuk mengenal Tuhan, namun kemudian hilang dari kemurniannya. Artinya mulai dari abad ke tujuh semenjak Islam disampaikan oleh Nabi Muhammad sampai sekarang abad pemulaan  21 Islamlah yang di jaming oleh Tuhan yaitu agama yang  sempurna, dan tidak ada lagi agama yang akan mendahuluinya kecuali kiamat yang akan pasti datang. Agama Islam ini di sampaikan oleh Nabi Muhammad berkisar pada sepanjang tahun 570 – 632 M di semenanjung Arabia, atau abad ke 7 Masehi. Proses penyebarannya itu yang di lakukan sendiri olehNya dalam masa dua puluh tiga tahun (610 – 632). Makna dari kata Islam itu adapun yaitu “penyerahan diri”, dimaksutkan ialah penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT di dalam tata kehidupan manusia. Penegasan bawah manusia harus melakukan penyerahan diri ini dapat kita lihat dalam Surat Zariyat, 51:56. “Aku tidak menciptakan Jin dan manusia itu kecuali untuk menyembah kepadaKu”. Sedangkan pengambilan nama bagi agamanya pengikut Muhammad ini diambil dari firman Allah di dalam Surat Al-Maidah, 5:3 “pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agama kamu, dan telah Aku cukupkan atasmu nikmatKu, dan Aku telah rela Islam itu agama bagi kamu”.

Untuk Agama Islam ini, nama kitab sucinya itu keteranganya bisa dilihat dalam isi Al-Qur’an surat Al-Israk (17:9), beserta berbagai surat lainnya dengan nama Al-Qur’an, yang secara harfiah bermakna “bacaan”. Wahyu yang paling pertama di terima Nabi Muhammad adalah pada tahun 610 M, di dalam KhalwatNya pada puncak  Jabar Nur (Bukit Terang), yang terletak lebih kurang 7 mil dari Kota Mekkah. Kita Suci Al-Qur’an itu terbagi kepada 114 buah surat, setiap suratnya terdiri dari atas himpunan-himpunan ayat. Keseluruhan isi kitab suci Al-qur’an itu terdiri dari 6666 ayat. Surat yang terpanjang sekali yang terdiri dari 286 ayat yaitu surat Al Baqarah (sapi betina) 2:1-286. Surat yang terpendek skali terdiri atas 3 ayat saja yaitu surah Al kawtsar (nikmat yang banyak) 108:1-3.

Surah yang 114 itu terbagi kepada; pertama Makkiyah,yaitu golongan himpunan ayat-ayat yang di wahyukan pada Nabi Muhammad selama berdakwah di kota Mekkah dalam rentan waktu  tigabelas tahun (610-622). Titi berat kandungan isinya menanamkan Aqidah. Kedua Madaniyah, yaitu himpunan ayat-ayat diwahyukan kepada Muhammad selama memegang pimpinan keagamaan dan kemasyarakatan di Kota Madinah di dalam masa sepuluh tahun (622-632). Titikberat kandungan isinya menetapkan Syariah, yaitu himpunan hukum tentang tata bakti dan tata hidup.

Nabi Muhammad selama berada di Makkah maupun di Madinah mempunyai jurutulis (“semacam asisten”) yang bersifat suka rela untuk mencatat setiap ayat yang di wahyukan kepadanya sewaktu-waktu. Kitab suci Al-qur’an itu bukan di wahyukan sekaligus secara lengkap, akan tetapih bersifat sewaktu-waktu dalam masa 23 tahun menuruti perkembangan keadaan dari waktu ke waktu. Di antara nama-nama banyaknya juru tulis Nabi Muhammad, mereka ini adalah Abubakar Al Shiddiq, Umar Ibn Khatab, Utsman ibn Affan, Ali Ibn Abithalib, dan lain-lainya. Pada awalnya penulisan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut dilakukan di atas pelepah-pelepah tamar yang di raut tipis menurut ukurang tertentu dan tersusun oleh benang, dan sebahagiannya di atas parkamen. Sewaktu Nabi Muhammad wafat pada tahun 11 H/632 M, maka kumpulan catatan itu tersimpan di tangan janda Nabi Muhammad yaitu Hafsah binti Khatab. kumpulan catatan itu tetap tersimpan dalam periode pemerintahannya Khalifah Abubakar selama dua tahun, dan pada masa pemerintahan Khalif Umar bin khatab selama sepuluh tahun. Dalam masa 12 tahun itu wilayah kekuasaan Islam telah meluas ke Arabia, menguasai imperium Parsi, dan berbagai wilayah imperium Roma Timur.

Di satu sisi kalangan Al Muhajirin dan Al Anshar telah banyak meniggal dunia atau gugur dalam medan pertempuran demi membela Islam. Jumlah para sahabat Nabi ini yang di kenal sebagai Al Huffadz (pihak yang menghafal Al-Qur’an) itu semakin mengecil. Dikuatirkan kalangan Al Huffadz itu akan menciut di kota Madinah, di tambahlagi semakin terpencar. Oleh karena itulah Khalif Utsman ibn Affan (644-656 M) pada periode inilah di buat sebuah lembaga di bawah pimpinan Zaid  bin Tsabit melakukan penaskahan (pembukuan) kita suci Al-Qur’an dari kumpulan catatan yang tersimpan di tangan janda Nabi, yakni Hafsah binti Khattab. Kemudian pada setiap Al wali (gubernur) kekuasaan Islam di bagikan atau dikirim pada mereka naskah resmi kitab suci Al-qur’an itu yang dibumbuhi cap-resmi dari khalifah Utsman ibn Affan. Itulah yang di kenal sampai sekarang ini dengan Mashaf-Utsman. Dewasan ini, beberapa naskah di antaranya masih tersimpan dengan baik di berbagai museum dunia. Diantaranya  pada museum Tashkent di Uni Soviet. Sebuah naskah lain di antaranya di hadiahkan oleh Sulthan Turki kepada Kaisar Wilhelm II (1888-1918) dari jerman. Dengan begitu, berbeda dengan kitab suci dari berbagai agama lainnya, agama Islam sampai masa sekarang ini memiliki naskah otentik dari kitab sucinya yang berasal dari masa Nabi Muhammad. Jadi tidak akan mungkin satu hurufpun Isi Al-qur’an akan mengalami perobahan dalam masa yang demikian panjang, mulai dari abad 7 hingga abad 21 sekarang ini.

Dalam agama Islam selain mengacu pada Al-qur’an sebagai sumber utama, terdapat pula yang menjadi rujukan untuk umat muslimin yaitu bernama Kita Al-Hadits. Al-Hadits itu merupakan suatu keterangan berisikan sabda Nabi, perbuatan Nabi, dan persetujuan diam-diam dari pihak Nabi atas suatu perbuatan dari kalangan Al Shahabi (para sahabat) yakni tidak di tegur. Dunia Islam sampai kepada masa sekarang ini mengenal ada delapan orang himpunan Al Hadits yang merupakan bergiat mengumpulkan dan menghimpun Al Hadits itu, dengan cara melawat berbagai wilayah Islam pada masa hidupnya. Diantaranya tokoh tersebut adalah; (1)  Al Imam Malik ibn Anas, (2) Muhammad Al Bukhari, (3) Muslim ibn Hujjaj, (4) Abu Daud Al Sijistani, (5) Abu Isa Al Turmudzi, (6) Ibnu Majah Al Kazwini, (7) Ahmad Al Nisayi, (8) Ahmad Al Baihaqi. Kedelapan tokoh ini mempunyai criteria bagi penyaringan setiap dalam penghimpunan Al Hadits yang di terimanya, Al Bukhari dan Muslim mempunyai kriteria yang sangat ketat. Oleh sebab itulah Hadits yang di nyatakan “shahih” oleh kedua tokoh ini kedudukannya sangat kuat, jika di bandingkan dengan Hadits-hadits dari tokoh-tokoh lainnya. Dalam agama Islam, setiap himpunan Hadits itu tidak termasuk kedalam kita suci. Walaupun demikian, setiap Al Hadits yang di pandang shahih  dan kandungan isinya tidak berlawanan dengan isi kandungan Al-Qur’an maka dapat di jadikan sumber pembuatan hukum, baik itu untuk hukum berkenaan sikab bersosial, berniaga, perang, dan lain-lainya.

Keimanan di dalam Islam itu merupakan keyakinan yang di percayai sepenuh jiwa dan hati. Di dalam agama Islam ini ada enam rukun iman (percaya-yakin) yang harus di yakini bagi setiap muslim. Enam rukun tersebut yaitu; (1) Iman kepada Allah, mempercayai bahwa Allah itu ada. (2) Iman dengan rasul-rasul,setiap muslim diwajibkan pula mempercayai rasul-rasul Allah. (3) Iman dengan kitab-kitab Allah, bagi setiap muslim diwajibkan mengimani bahwa kepeda setiap ummat pada masa-masa sebelumnya itupun diturunkan kitab-kitab Allah, seperti Taurat untuk Musa, Zabur untuk Daud, Injil untuk Isa, namun semua kitab-kitab ini telah termanipulasi oleh tangan-tangan manusia oleh sebab itu  untuk pengikut Muhammad adalah kitab Al-Qur’an, hingga akhir zaman inilah kitab Allah yang di jamin otentiknya. (4) Iman dengan malaikat,  setiap muslim diwajibkan untuk mempercayai eksistensi Malaikat , yakni mahkluk rohani yang senantiasa tetap bertasbih kepada Allah. (5) Iman dengan Hari Kebangkitan, setiap muslim di wajibkan mempercayai bahwa alam semesta itu pada suatu saat nanti akan mengalami kehancuran dan kemusnahan, kemudian akan di susul dengan hari kebangkitan (Qiamat wal Ba’tsi). (6) Iman dengan Qadha dan Qadar, qadha dan qadar itu bermakna ketetapan dan perhingaan, dimaksutkan adalah ketetapan dan perhinggaan dari pihak Allah terhadap maklukNya.

Selain adanya rukun iman, Islam juga memiliki rukun yang lain yang bernama Rukun Islam yang terdiri dari lima perkara. Rukun itu bermakna “sendi”, perumpamaan ini bisa kita ilustrasikan pada setiap bangunan yang memerlukan beberapa sendi untuk bisa menompang suatu bangunan kokoh berdirinya. Dalam agama Islam agar ia bisa berdiri kokoh dan kuat maka di perlukan lima sendi, yaitu lima kewajiban yang bersifak kebaktian dan mesti di penuhi bagi setiap muslim. Lima hal tersebut adalah; (1) ber-syahadat,yaitu pengakuan sesuatu harus di lakukan setiap muslim sebagai azaz keimanan. (2) Shalat (sembahyang), yaitu suatu kebaktian yang dikerjakan setiap muslim sebanyak lima kali di dalam lima waktu pada setiap hari. (3) puasa yaitu menahan makan dan minum selama kurang lebih duabelas jam pada siang hari, dan juga setiap tingkah laku yang tercelah. Puasa itu berlangsung  sebulan lamanya terus menerus, dan temponya ialah pada bulan Ramadhan pada setiap tahun. (4) Sakat, (sumbangan-wajib) di bebankan atas setiap jenis harta dan jasa, yang merupakan penghasilan, dan jumlahnya sudah melebihi batas tertebtu (al-Nishab). (5) Menunaikan Haji, sesorang Muslim itu di wajibkan ziarah ke tanah suci, yakni Makkah Al Mukarramah, dan disitu melakukan berbagai upacara kebaktian. Seumpamanya Thawaf di lapangan Ka’abah, Sa’I di antara bukit shaffa dan Marwah, wukuf di pada arafah, melempar jumrah di Mina, dan lain-lainya.

Perkembangan kekuasaan Islam yang tengah tumbuh pada abad ke 7 M saat itu begitu cepat, dan langsung berhasil menguasai beberapa wilayah tertentu. Keberhasilan ini tidak semata-mata karena terjadi secara kebetulan saja, melainkan umat muslimin pada saat itu dengan petunjuk Al-qur’an dan langsung di pimpin oleh Nabi Muhammad maka Islam telah menjadi kekuatan yang kuat dan tangguh secara politik, ekonomi, dan militer yang disegani lawan. Pada saat itu umat muslimin sangat di untungkan karena mendapat pemimpin yang bisa memimpin hal-hal yang berkaitan dengan duniawi dan agamawi secara langsung, dan sistem seperti inilah yang disebut dengan Imamat (pemimpin agama). Nabi Muhammad sendiri pada saat itu selama berada di Madinah menjabat dua fungsi, yaitu Risalat dan imamat. Kemudian setelah Nabi Muhammad wafat, maka Imamat ini dijabat oleh daulah Khulafaur-Rasyidin (632-661 M) yang terdiri atas; khalif Abubakar shidiq, dengan periode memangkul jabatannya 632-634 M, Khalif Umar bin khattab 643-644 M, Khalif Usman bin Affan 644-656 M, dan Khalif Ali Bin Abithalib 656-661 M. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin ini kekuasaan Islam telah meluas dan menguasai bekas wilayah imperium Parsi, dan juga berbagai wilayah imperium Roma yaitu Palestina, Syria, Mesir, dan Lybia. Khulafaur-Rasyidin yang pusat kekuasaan berada di Ibu Kota Madinah Al Munawarah, kemudian digantikan oleh Daulat Umayyah (661-750 M) yang berpusat kedudukannya di Ibu Kota Damaskus, pada masa Daulah Umayyah itu wilayah kekuasan Islam telah terbentang mulai pengunungan Thian Shan di sebelah Timur sampai ke pegunungan Pyrennes di sebelah Barat, termasuk wilayah selatan Perancis dan wilayah utara semenanjung Italia (Savoy dan Lombardiya). Inilah wilayah kekuasaan yang sangat luas dengan satu kekuasan sentral. Kemudian Daulah Umayyah di gantikan oleh Daulah Abbasiah (750-1258 M) yang berpusat pemerintahannya di Ibu Kota Bagdad.

Ketika agama Islam masih terbatas dalam lingkup sosial tanah Arabiah, dan budaya Islami masih belum terpengaruh dengan budaya luaran, (Akulturasi). Maka keimanan masyarakat Muslimin Arabia pada saat itu masih teramat kidmat, kental atau sangat kuat. Dalam arti bahwa iman mereka di tempatkan lebih tinggi atas segala-galanya, baikpun itu terhadap akal. Misalnya walaupun di dalam Al-Qur’an terdapat kalimat “tangan Tuhan” (fatah, 48:10), maka tidak di pertanyakan oleh akal, tetapih diimani sepenuhnya dengan keyakinan bahwa “Allah tidak mirip dengan apapun juga. Apa yang dimaksutkannya dengan tangan dan wajah lainnya itu, maka Allah Cuma yang lebih mengetahuinya”. Jalan keimanan serupa itulan yang di sebut dengan aliran salaf, yaitu aliran terdahulu. Dengan kata lain bahwa akal Tunduk kepada wahyu Tuhan. Namun, ketika pada saat pembenturan pengaruh luaran (akulturasi) penyerapan budaya luar ke dalam budaya Islami sudah sedemikian kuat, misalnya karya-karya Grik, Siryani, Pahlevi dan Sanskrit di salin kedalam bahasa Arab. Kemudian pada penghadapan para Khalif di Bagdad berlangsung majelis dialog antar-agama, maka sejak itulah lahir Aliran khalaf, yaitu alirang Belakangan. Sejak itulah segala permasalahan keagamaan sudah mulai dipertanyakan dan diperbincangkan, akal mulai melakukan interpretasi terhadap kedudukan wahyu. Dengan iklim yang demikian itu maka kemudian lahirlah aliran-aliran lainnya, seperti aliran Jabariah, Iktizal, Alkalam, Filsafat, di dalam sejarah umat Islam. Dan satu-persatu aliran-aliran tersebut di bangun dan di kembangkan oleh tokoh-tokohnya yang terkemuka.

Akibat dari pembenturan ini, baik yang berdampak di dalam maupun akibat dari pembenturan budaya luar terhadap tradisi Islami model lama (Shalaf), kemudian berakumulasi kepada timbul dua sekte besar di dalam perjalan agama Islam, dan sekte yang lainpun berskala kecil walaupun itu tidak siknifikan dan tidak berusia lama untuk eksitensinya. Ketiga sekta tersebut adalah, pertama; Sekta Syiah, yang berkembang ditanah Iran dan di lembah Irak. Sekta Syiah tersebut memiliki ciri khas yaitu sangat memuliakan Khalif Ali bin Abithalib berserta turunannya. Ali bin Abithalib adalah saudara sepupu Nabi Muhammad, di pelihara dan dibesarkan oleh Nabi Muhammad, kemudian dikawinkan dengan puteriNya yang bernama Fathimah Al Zuhra. Dari hasil perkawinan itu Ali bin Abithalib memperoleh dua putera yang di beri nama Alhasan dan Alhussain. Alhasan dan Alhussain adalah cucu dari Nabi Muhammad. Namun pengkultusan sekte Syiah kemudian lebih dominan memuliakan turunan selanjutnya dari garis Alhussain, yaitu cucu Nabi yang bungsu.

Kedua; Sekta Sunni, yang merupakan pengikut terbanyak sengenap wilayah penjuru Islam, termasuk di Irak dan Iran. Sekta Sunni biasanya di sebut dengan golongan atau di panggil dengan sebutan Ahlu Sunnah Wal Jam’ah. Ciri khas yang membedakan sekta ini dengan sekta Syiah adalah, bahwa; sekta Sunni ini tidak mengkultuskan sesuatu tokoh-tokoh manapun, akan tetapi perpegang teguh pada Al-Qur’an dan Al Sunnah. Sekta Sunni berpendirian bahwa Ali bin Abithalib itu bukan Al Washi.  Ketiga, Sekta Khawarij; yaitu kelompok yang bercirikhas Independent dan mereka tersebar pada daerah pedalaman Arabia. Dan mereka tidak mengakui Khilafah Ali, khilafah Umayyah, dan Khilafah Abbasiah. Sekta Khawarij ini berpendirian bahwa mereka sajalah Muslim Murni dan selebihnya itu kafir, menurut mereka. Kelompok Khawarij ini pada masa Daulah Umayyah dan Abbasiah, sering membikin kekacauan dan memperkembangkan ajaran sendiri, dan merekapun juga terbagi kedalam beberapa kelompok aliran. Kemudian kelompok Khawarij ini dapat dileyapkan dari pengaruh mereka terhadap kehidupan masyarakat. Kelompok khawarij ini juga terkenal dengan Zahid, yaitu taat ber-ibadah, hidup sederhana, fanatik pada agama Islam, dan mereka sangat benci menyaksikan gaya hidup para pembesar Khilafah.

Untuk menciptakan suatu masyarakat muslim seragam terhadap ketaatan hukum, maka sumber hukum dalam agama Islam itu bersumber dari empat jenis, yaitu pertama; sumber dari Al-Qur’a. kedua; Al Hadits. Ketiga; Al Qias, merupakan interpretasi analogi terhadap sesuatu masalah yang belum ada hukumnya dengan sesuatu kasus yang sudah ada hukumnya. Dengan mempertimbangkan persamaan dan di gali hukumnya berdasarkan kemampuan. Keempat, Al Ijmak; yaitu merupakan persetujuan pendapatnya ahli-ahli hukum atas sesuatu kasus, dengan mempedomani keputusan pengadilan terhadap kasus yang sama.

Dalam sejarah umat Islam, khususnya di lingkup pengikut sunni terdapat empat tokoh yang terpandang ahli hukum terbesar. Dan keempatnya itu menjadi mazhab bercirikhas masing-masing yang mempengaruhi keseluruh penjuru dunia, dan mereka ini memiliki wilayah-wilayah tertentu sebagai dominannya pengaruh tokoh ini. Seperti Mazhab Hanafi, yang di bangun  oleh Abu Hanafiah Nukman bin Tsabit (lahir di kaufah pada tahun 80 H/699 M dan ia meninggal pada 150 H/ 768 M). Mazhabnya luas tersebar di India, Pakistan, Turki, Asia Tengah, dan Tionkok. Kedua; Mazhab Maliki; di bangun oleh Malik bin Anas bin Malik bin Abiamir (lahir di Madinah pada tahun 93 H/715 M dan ia meninggal pada tahun 179 H/795 M) mazhabnya tersebar di Afrika Utara, Semenanjung Iberia, Spain atau Portugal, dan Afrika Barat. Ketiga; Mazhab Syafi’i, di bangun oleh Muhammad bin Indris bin Abas bin Utsman bin Syafi Al Syafi’i, (lahir di Gazza dalam wilayah Askalon, Palestina pada tahun 150 H/767 M, dan ia meninggal pada tahun 204 H/817 M) mazhabnya tersebar di Mesir, Syiria, Afrika Timur, dan Asia Tenggara. Keempar; Mazhab Hambali, di bangun oleh Ahmad bin Hambal bin Hilal Al Syaibani, (lahir di kota Merw ‘khurasan’ pada tahun 164 H/780 M, dan ia meninggal di Baqdad pada tahun 242 H/855 M). Mazhabnya tersebar luas di semenanjung Arabia.

Setelah era emas yang di raih oleh Islam baik di masa Nabi dan para sahabat-sabahat, yang menata umat dengan petunjuk Alqur’an dan sunnah. Islam juga meraih kegemilangan dan kemajuan pengetahuan, sains dan tenologi secara beransur-angsur, sehingga Islam pada saat itu menjadi kekuatan dominan atas kekuatan yang lain. Kebesaran dan kekuatan Islam yang berabad-abad lamanya mulai dari abad 7 akhirnya juga bernasip sangat meyedihkan. Pada tahun 1162-1227 M, bangsa Moggol di bawah pimpinan Jenghiz Khan melakukan penyerbuan ke berbagai penjuru basis Islam, termasuk ke wilayah Islam Asia Tengah. Kemudian di bawah pimpinan cucunya Hulagu Khan tahun 1217-1265 M, meyerbu ke Baqhdad pada tahun 1258 M hingga berakhir kekuasan Daulah Abasiyah. Dan dari arah barat kerlangsung pula penyerbuan-penyerbuan Pasukan Salib (1096-1270 M). pada setiap tempat mereka singgahi melakukan pembunuhan-pembunuhan massal yang sangat mengerikan.

Kehancurang kekuasaan Islam di belahan Timur Tengah itu membangkitkan kejiwaan yang murung dan bersikap putus asa melanda kaum muslimin, untuk bangkit kembali. Sebagai pelarian dari tekanan batin dan kejiwaan ini, maka pada saat itu umat muslimin semuanya menerjunkan diri mereka ke dalam dunia mistik, dan mereka mengupayakan ini untuk mencari hiburan kejiwaan (ketenangan) dengan metode dunia mistik yang berbaur dengan ajaran Islam. Pada kondisi seperti itulah tumbuh dan berkembangnya berbagai Thariqat dalam dunia Islam. Di antaranya seperti lahirnya Thariqat Naksyabandiah, di ciptakan oleh Muhammad bin Bahauddin Al Naksyabandi. Ia lahir di desa Naksyaband dekat Bukhara pada tahun 1317 M dan meninggal tahun 1389 M. kedua; Thariqat Qadiriah,  di ciptakan oleh Abdul Qadir Al jailani (1077-1166 M) lahir di Irak. Ketiga; Thariqat Mawlawiyah, di ciptakan oleh Jalaluddin Al Rummi (1207-1273 M), ia lahir di Balkh (Asia Tengah) dan meninggal di Konia. Keempat; Thariqat Rifaiyah, di ciptakan oleh Ahmad Al Rifai Al Hussaini (1118-1183 M) lahir di desa Hasn, Irak. Lima; Thariqat Syaziliah, di ciptakan oleh Abu Hassan Ali  Al Syazili (1178 M), lahir di Mesir. Enam; Thariqat Akbariayh, diciptakan oleh Muhyeddin ibn Arabi Al Andalusi (1165-1240 M), berasal dari Sevilla dan meninggal di Damaskus. Di antara beberpa Thariqat-Thariqat yang telah di sebutkan di atas, masih banyak juga Thariqat yang bersifat lokal. Sikap hidup para zahid itu membelakangi hal-hal yang berkaitan dengan duniawi (tidak memperdulikan kebutuhan selama hidup di dunia), dan menyerahkan hidupnya untuk beribadat menuruti metode tatacara masing-masing thariqat berdasarkan keyakinannya.

Di era kebesaran kekuasaan Islam selama tujuh abad lamanya itu, maka turut berkembanglah Ilmu Filsafat dan Ilmiah.  Sehingga muncul kepermukaan tokoh besar dan penting lainnya, misalnya dalam bidang filsafat lahir tokoh seperti Al kindi, Al Razi, Al farabi, Ibnu Sina, Al Gazali, Ibnu khaldun, dan masih banyak yang lainnya. Di dalam bidang Ilmiah lahir pula tokoh besar penting lainya seperti Al Khawarizmi, Al Battani, Ibnu Haitsam, Al Biruni, dan masih banyak lagi sejumlah deretan nama lainnya. Sehingga maka tidak heran ketika itu seluruh dunia menjadikan Islam sebagai kiblat pengetahuan dan Islam menguasai dunia karena ilmu pengetahuan kaum muslimin sangat bagus. Pada saat itu pula Eropa masih dalam zaman kegelapan (Dark Ages), mereka tidak perpengetahuan dan hidup dalam keterbatasan dan kemelaratan akibat dari kebodohan mereka yang berlangsung ratusan abad lamanya. Ketika mereka (Eropa) sadar akan kebodohan mereka, kemudian upaya mereka selanjutnya yaitu menyalin semuan ilmu pengetahuan yang di lahirkan oleh tokoh-tokoh Islam ke dalam bahasa Latin pada abad sepanjang 13 hingga ke 14 M. Dampat dari upaya penyalinan ilmu pengetahuan ini akhirnya mereka bisa keluar dari zaman kegelapan, menuju zaman yang perpengetahuan atau di sebut kejadian ini dengan sebutan bagi mereka yaitu Zaman Kebangunan (Renaissance) di Bumi belahan Eropa.

Keruntuhan kekuasaan Islam berakibat pula kemuduran umat Islam sedunia, di antaranya juga faktor pemicunya yaitu ketika “fatwa haram” di keluarkan oleh Muhyddin Al Nawawi, Ibnu Shilah, Ibnu Taimiah, bahwa mempelajari Ilmu Al Manthiq, (ilmu logika). Barang siapa mempalajari Ilmu tersebut  yang di lakukan oleh kaum muslimin maka di larang keras. Dengan demikian maka sejak itulah umat Muslimin dunia padamlah kegiatan alampikir mereka (keadaan otak membeku, statis) di dalam dunia Islam. Dan sejak itu pulan giliran umat muslimin yang mengalami zaman gelap (Dark Ages) dan kemunduran. Disatu sisi Islam mengalami kemunduran, pada saat yang bersamaan Eropa sedang giat-gianya mempelajari ilmu dari Islam. Kejadian ini berlangsung ketika abad 13 Masehi, dan setelah itu tidak pernah lagi Islam melahirkan tokoh-tokoh pencerahan.

Kemudian angin segar terhembus menjelang abad 19 M,  bermula dari gerakan pembaharuan dalam dunia Islam, yang di prakarsai atau didengungkan oleh Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Tokoh inilah kemudian bersuara dengan lantangnya dari Pengasingan di kota Paris, melalui setahap demi setahap. Dan upaya mereka sangat nyaring sehingga menembus berbagai tokoh di tanah Mesir, Turki, Iran, India, Indonesia, dan seluruh dunia. Usaha tokoh ini kemudian memperlihatkan hasil yang nyata membaik. Berangsur-angsur kemudian terdengar semangat baru di dalam langkah Umat Islam dunia menuju puncak yang terang berpengetahuan. Akhirnya umat Islam bangkit di sana-sini gerakan menentang khurafat, dan menentang fatwa haram yang konyol tadi sehingga umat Islam terbagun dari ketertidurannya yang begitu lamannya. Kejadian ini berlangsung sejak awal abad ke 20 M, dan makin lama kemudian makin meluas dan makin memperoleh kemenangan hingga sekarang. Sekarang ini umat Islam tidak lagi di dalam fase kebodohan dan tidak ada lagi yang melarang “haram” untuk mencari ilmu pengetahuan.

Bibliografi

 

Al-Qur’an dan Terjemahan, Gema Risalah Bandung, 1989.

Hasan Ali, Perbandingan Mazhab, Rajawali Pers, 1998.

Rizal Syamsul, Al-Ghazali Memani filosofi Alam Upaya Meneguhkan Keimanan, Ar-Ruzz, 2003.

Sucipto Hery, Cahaya Islam, Ilmuan Muslim Dunia Sejak Ibnu Sina Hingga B.J. Bahiebie, Grafindo, 2006.

Sou’yb Joesoef, Agama-Agama Besar Di Dunia, Pustaka Alhusna, 1993.

Watt Montgomery, Kejayaan Islam Kajian Kritis Dari Tokoh Orientalis, Tiara Wacana Yogya, 1990.

 –***–

Tinggalkan komentar